Buka jam 08.00 s/d jam 16.00 , BUKA SETIAP HARI
Beranda » ARTIKEL MENARIK » Sejarah Berdirinya Pondok Modern Gontor

Sejarah Berdirinya Pondok Modern Gontor

Diposting pada 23 June 2020 oleh dian | Dilihat: 371 kali

Gontor, adalah sebuah desa pada 3 km sebelah timur Tegalsari dan 11 km ke arah tenggara dari Kota Ponorogo. Namun, selama hampir satu abad, Indonesia, bahkan dunia, lebih mengenal nama daerah ini sebagai salah satu sebutan pesantren terkenal yang melahirkan alumni tangguh dan tersebar di seluruh penjuru negeri, bahkan mancanegara.

Mengutip laman resmi gontor.ac.id, perjalanan panjang Pondok Modern Darussalam Gontor bermula pada abad ke-18. Pondok Tegalsari sebagai cikal bakal Pondok Modern Darussalam Gontor didirikan oleh Kiai Ageng Hasan Bashari. Ribuan santri berduyun-duyun menuntut ilmu di pondok ini.

Saat pondok tersebut dipimpin oleh Kiai Khalifah, terdapat seorang santri yang sangat menonjol dalam berbagai bidang. Namanya Sulaiman Jamaluddin, putra Panghulu Jamaluddin dan cucu Pangeran Hadiraja, Sultan Kasepuhan Cirebon. Ia sangat dekat dengan Kiainya dan Kiai pun sayang padanya.

Maka, setelah santri Sultan Jamaluddin dirasa telah memperoleh ilmu yang cukup, ia dinikahkan dengan putri Kiai dan diberi kepercayaan untuk mendirikan pesantren sendiri di Desa Gontor.

Dengan bekal awal 40 santri, Pondok Gontor yang didirikan oleh Kiai Sulaiman Jamaluddin ini terus berkembang dengan pesat, khususnya ketika dipimpin oleh putra beliau yang bernama Kiai Anom Besari. Ketika Kiai Anom Besari wafat, pondok diteruskan oleh generasi ketiga dari pendiri Gontor lama dengan pimpinan Kiai Santoso Anom Besari.

Setelah perjalanan panjang tersebut, tibalah masa bagi generasi keempat. Tiga dari tujuh putra-putri Kiai Santoso Anom Besari menuntut ilmu ke berbagai lembaga pendidikan dan pesantren, dan kemudian kembali ke Gontor untuk meningkatkan mutu pendidikan di Pondok Gontor.

Mereka adalah KH Ahmad Sahal (1901-1977), KH Zainuddin Fanani (1908-1967), dan KH Imam Zarkasyi (1910-1985). Mereka memperbarui sistem pendidikan di Gontor dan mendirikan Pondok Modern Darussalam.

Pada saat itu, jenjang pendidikan dasar dimulai dengan nama Tarbiyatul Athfal. Kemudian, pada 19 Desember 1936 yang bertepatan dengan 5 Syawal 1355, didirikanlah Kulliyatu-l-Muallimin al-Islamiyah, yang program pendidikannya diselenggarakan selama enam tahun, setingkat dengan jenjang pendidikan menengah.

Dalam perjalanannya, sebuah perguruan tinggi bernama Perguruan Tinggi Darussalam (PTD) didirikan pada 17 November 1963 yang bertepatan dengan 1 Rajab 1383. Nama PTD ini kemudian berganti menjadi Institut Pendidikan Darussalam (IPD), yang selanjutnya berganti menjadi Institut Studi Islam Darussalam (ISID). Sejak 1996, ISID telah memiliki kampus sendiri di Demangan, Siman, Ponorogo.

Dalam Ensiklopedi Islam untuk Pelajar, dijelaskan penamaan Modern diberikan oleh seorang romo dari pastoran Madiun yang terkesan dengan pengelolaan pondok yang dilengkapi fasilitas dan metode pengajaran modern. Kesan mendalam itu ia sebarkan sehingga pondok di desa terpencil tersebut populer sebagai pondok modern.

Pondok Modern Gontor, yang didirikan pada 20 September 1926 bertepatan dengan 12 Rabiul Awwal 1345, dalam peringatan Maulid Nabi. Pada awalnya, Pondok Modern Gontor bernama Balai Pendidikan Darussalam.

Pondok Modern Gontor didirikan oleh kakak beradik KH Ahmad Sahal, KH Zainuddin Fanani, dan KH Imam Zarkasyi. Trio ini disebut Trimurti. Mereka mampu menggagas sebuah sistem pendidikan pesantren yang sangat maju pada masanya. Saat KH Imam Zarkasyi wafat, banyak yang khawatir pondok ini akan memudar karena para pendirinya telah tiada.

Namun, penerus mereka, KH Shoiman Luqmanul Hakim, KH Hasan Abdullah Sahal, dan KH Abdulah Syukri Zarkasyi tetap mampu mempertahankan keutuhan pondok dan menjadikannya lebih berkembang.

Pasang surut

Pada masa generasi keempat, keadaan di desa dan Pondok Gontor dapat dikatakan telah sangat mundur, sedangkan kegiatan keagamaan boleh dikatakan semakin mati. Dalam keadaan yang demikian, KH Santoso tetap beristiqamah di pondok dengan santri yang hampir habis. Pondok Gontor yang merupakan pecahan dari Tegalsari, berputar menjadi kemunduran.

Ketika meninggal dunia, KH Santoso meninggalkan putra-putrinya. Tiga di antaranya yang dikenal dengan trimurti, yaitu Ahmad Sahal, Zainuddin Fannani, dan Imam Zarkasyi.

Khoirun Nisa dalam karyanya yang berjudul Peran Santri Pondok Modern Darussaalam Gontor Ponorogo dalam Menangkal Pemberontakan PKI (Partai Komunis Indonesia) 1948 M menjelaskan, KH Imam Zarkasyi berperan besar dalam mendirikan dan menghidupkan kembali Pesantren Gontor.

Selama 11 tahun, Imam Zarkasyi menimba ilmu pengetahuan di Padang. Namun, sebelum KH Imam Zarkasyi kembali ke Gontor, maka KH Ahmad Sahal orang yang pertama kali menghidupkan Gontor.

Langkah pertama yang dilakukan KH Ahmad Sahal adalah mendirikan lembaga pendidikan yang kemudian diberi nama Tarbiyatul Atfal (pendidikan anak-anak).

Bermula didirikan Tarbiyatul Atfal (1926) dan pada peringatan syukuran satu dasawarsa pondok, tanggal 19 Desember 1936, dilakukan peresmian berdirinya sistem pendidikan baru, yaitu Kulliyat al-Mu’allimin al-Islamiyah (KMI-Sekolah Pendidikan Guru Islam).

Pada 1936, Pesantren Gontor telah berusia 10 tahun. KH Ahmad berencana mengadakan acara tasyakuran 10 tahun lembaga pendidikan yang dirintisnya. KH Imam Zarkasyi setelah 11 tahun menimba ilmu pengetahuan di Padang, pulang ke Gontor guna mewujudkan cita-cita yang sudah lama direncanakan oleh kakaknya.

KH Imam Zarkasyi segera pulang ke Ponorogo setelah 11 tahun belajar di luar kota, yakni lima tahun di Solo dan enam tahun di Sumatra Barat. KH Imam Zarkasyi bertekad membangun kembali kebesaran Pesantren Gontor sesuai dengan ilmu pengetahun yang diperolehnya selama belajar. Ia mendesain kurikulum sedemikian rupa sesuai kebutuhan.

KH Imam Zarkasyi menggabungkan materi yang biasa diajarkan di pesantren dan madrasah atau pelajaran agama dan pelajaran umum. Di antara pelajaran agama di Pesantren Gontor, yaitu aqa’id, Alquran, tajwid, tafsir, hadis, ilmu hadis, fikih, usul, perbandingan agama, dan sejarah kebudayaan agama. Termasuk pelajaran umum yang diajarkan di sini adalah ilmu jiwa pendidikan, sejarah pendidikan, ilmu sosial, ilmu alam dan berhitung.

Menurut Salahuddin M dalam Napak Tilas Masyayikh, beberapa pelajaran agama menggunakan buku karya KH Imam Zarkasyi sebagai buku acuan, seperti pelajaran bahasa Arab, balaghah, ilmu mantiq, akidah, fikih, dan tajwid.

Pada acara tasyakuran 10 tahun inilah, diresmikan pula penggunaan sebutan modern untuk pesantren. Sebelum itu, nama Pondok Gontor hanyalah Darussalam.

Kata  modern hanya disebut oleh masyarakat di luar pondok. Setelah disahkan penggunaan label modern, nama lengkap Pondok Gontor menjadi Pondok Modern Darussalam Gontor.

Bahkan sekarang, sebutan pondok modern ini justru lebih dikenal oleh masyarakat daripada Pondok Darussalam.ed: nashih nashrullah.

 

***

Badan Wakaf dan Kemandirian Pesantren

Seluruh kegiatan di dalam Balai Pendidikan Pondok Modern Gontor dipimpin oleh santri dan pimpinan pondok. Berbagai kegiatan itu dapat dibagi menjadi tujuh lembaga. Salah satunya Yayasan Pemeliharaan dan Perluasaan Wakaf Pondok Modern (YP2WPM), suatu badan yang mengelola seluruh harta kekayaan Pondok Gontor.

Dalam Ensiklopedi Islam dijelaskan, setelah meninggalnya anggota Trimurti terakhir, KH Imam Zarkasyi, Badan Wakaf Pondok Modern Gontor selaku lembaga tertinggi pondok dalam sidangnya 30 April 1985 memilih dan menetapkan pimpinan baru yang terdiri dari tiga orang, yaitu KH Shoiman Luqmanul Hakim, KH Abdullah Syukri Zarkasyi, dan KH Hasan Abdullah Sahal.

Pimpinan tersebut merupakan mandataris Badan Wakaf Pondok Modern dan bertanggung jawab sepenuhnya dalam memimpin seluruh kegiatan di dalam Balai pendidikan Pondok Modern Gontor.

Pada peringatan Delapan Windu Pondok Modern Gontor (1991), tanah wakaf yang dimilikinya dan dikelola oleh YP2WPM mencapai luas 253 ribu hektare. Selain di Gontor, tanah-tanah wakaf tersebut tersebar di daerah-daerah Ngawi, Madiun, Ponorogo, Nganjuk, Kediri, Jombang, Lumajang, Jember, Banyuwangi, dan Trenggalek.

Sejalan dengan cita-cita yang telah dicanangkan oleh para pendirinya, sebagian terbesar dari hasil sawah-sawah wakaf tersebut dipergunakan untuk kepentingan pendidikan. Semua sawah tersebut diawasi dan digarap oleh para nadir (pengawas) yang pada umumnya adalah alumni Pondok Modern Gontor.

Nurul Iman dalam Wakaf dan Kemandirian Pendidikan (Studi Pengelolaan Wakaf di Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo) menjelaskan, wakaf dan praktik perwakafan dalam pandangan Pondok Modern Darussalam Gontor memiliki posisi strategis.

Terutama, dalam rangka regenerasi kepemimpinan pendidikan yang tidak menggantungkan pada figur tertentu, serta demi keberlangsungan tradisi nilai dan sistem pendidikan pesantren.

Karena itu, aturan main dalam pengelolaan pondok dan perwakafan harus diwujudkan dan dipegangi secara teguh. Konsep tersebut dibangun oleh Trimurti Pendiri berdasar pemahaman bahwa Pondok merupakan lahan beramal, pengabdian sosial, dan bukan lahan berbisnis.

Bagikan informasi tentang Sejarah Berdirinya Pondok Modern Gontor kepada teman atau kerabat Anda.

Sejarah Berdirinya Pondok Modern Gontor | PRODUSEN SONGKOK : ANEKA SONGKOK

Belum ada komentar untuk Sejarah Berdirinya Pondok Modern Gontor

Silahkan tulis komentar Anda

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

Mungkin Anda tertarik produk berikut ini:
SIDEBAR

Maps